Kamis, 11 Desember 2014

Keong Mas: Bojo Galung di Tanah Bugis



Yah... benar namanya Bojo Galung begitulah nenek saya menyebutnya kalau dia menyajikan dimeja makan kami di kampung di Rappang (Suri BartenNasru Alam AzizKamsinah Darwis). Kemarin di daerah persawahan Kabupaten Purwakarta Jawa barat, saya memumunguti binatang ini di daerah persawahan yang sudah mulai berair, meskipun petaninya belum sempat menggarapnya. Satu kantong plastik kecil saya bawa pulang ke rumah (ke Cileduq) lalu saya masak sendiri setelah membersihkannya dari lumut dan lumpur yang melekat pada cangkangnya dengan sikat. lalu Bojo Galung ini saya rebus dengan dengan air lalu diberi garam, sereh, dan sedikit jahe. Mak jadilah menu makan malam yang nikmat... terkenang pula kampung haman yang jauh......... Bojo Galung jika diterjemahkan maka namanya Keong Sawah. Kata bojo tidak ditekan pada akhirnya berebeda dengan nama kampung di selah selatan kab. Barru yang dikenal dengan nama Bojoq (Nara Nasrullah). Tetapi secara nasional keong ini dikenal sebagai Keong Emas lantaran cangkangnya berwarna kuning emas dan nama latinnya Pila ampullaceae Golongan molusca (Abby Onety). Di daerah selatan Makassar (orang Makassar) menyebutnya dengan siso, suso cuco, cico, cusyo, ada juga yang menyebutnya Bokkeng (Asnawin Aminuddin, Suharman Musa, Lily Thamzil ThahirNona Bungko) ada juga yang menyebutnya kappang (Syahril Rani). Bojo Galung berbeda dengan bojo aleq (Maryam Andi). Bojo Galung hidupnya di air sementara bojo aleq hidup di darat di tempat tempat yang lembab. Mungkin bojo aleq inilah yang disebut "bojo tattana" kerang yang hidup di atas tanah (Muhary Wahyu Nurba). Bojo Aleq ini dikenal dalam bahasa Indonesia (Jawa) dengan sebutan "bekicot" (Madjid Alwi SukmaAndi Farah Debra). Bojo Aleq tidak banyak yang mengkonsumsinya karena dipercaya mengandung racun. tetapi beberapa suku bangsa di tanah air bisa mengilahnya menjadi bahan makanan tetapi terlebih dahulu menolaknya dengan mengeluarkan zat beracun dari tubuh lunak bekicot. Waktu masih kecil dan masih sering ke rumah nenek di kampung, saya sering mengkonsumsinya, karena nenek/ kakek jika pulang jika pulang dari sawah serin membawa keong mas ini pulang ke rumah. karena memang keong ini termasuk binatang parasit (hama) bagi padi-padi disawah (Suharman Musa) Tetapi di Makassar saya jarang menemukannya di jual di pasar (Daeng Mamat). Kecuali kalau kita sedikit keluar kota misalnya di Maros atau ke Sungguminasa (Gowa). Mungkin juga dapat ditemukan di daerah Tallaq Salapang di depan Pom Bensin. Di sana banyak penjual ikan air tawar yang berasal dari danau, rawa atau persawahan tempat keong emas ini juga biasa hidup. Makanan ini memang enak,...(Suri Barten), bahkan ada yang mengatakan manakan ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Lily Thamzil Thahir) dan kolesterol. Yah... memang harus berhati-hati memakannya (Arwan Tjahjadi). Dan benar juga.... Mungkin karena lama baru mengkonsumsinya lagi sehingga setelah saya jadikan menu santap malam satu mangkuk (kurang lebih 30 ekor) maka pada subuh harinya saya mencret 3-5 kali hingga pagi hari. Untung saja tidak sampai berlanjut dan siang harinya meski terasa lemas tetapi saya tetap merasa sehat saja..... Alhamdulillah.