Yang Pernah Terlibat di Spasi
Arifin Husain (gitar), Dian Hendiyanto (gitar/vokal), Arian (gitar), Zainal Abidin (gitar), Malik (vokal), Saharuddin Ridwan (perkusi), Hari Bahru (perkusi, biola, alat tiup), Hidayat (perkusi), Rusman (perkusi), Asriadi (perkusi), Rahmi (vokal), Wildana (vokal), Ani (vokal), Ani (vokal)
Konsep musik yang dikembang waktu itu adalah adalah musik kreatif yang diramu dari sejumlah alah musik dan bunyi yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar. Baik dari lingkungan budaya kita (Bugis-Makassar) maupun dari lingkungan kampus (dunia mahasiswa). Dulu/ waktu itu kami membebaskan diri untuk terjebak pada berpikir pelik soal instrumental yang sulit diperoleh karena mahal, pasti biaya kemahasiswaan tidak bisa menjangkaunya. Maka yang ada gitar akustik, gendang makassar, kecapi, jimbe, katto-katto dari bambu, dan lain-lain sebagainya. Lirik lagunya pun diambil dari puisi-puisi yang sudah ada atau dibuat khusus untuk Spasi. Tentu saja lagu-lagu/ puisi-puisi yang dipilih adalah yang bernuansa kritik sosial, lingkungan, dan sedikit bergaya demo ala mahasiswa, maklumlah....... Sehingga dengan demikian maka jadilah kelompok musik Spasi..... dan bikin konser deh........Kenduru Air Mata......
Sebagian Puisi yang dulu saya tulis itu, saya baru dikirimi oleh Dian yang masih menyimpannya. berikut saya muat dibawah ini:
KEMARAU
mungkinkah hari ini
pengembaraan akan berakhir
setelah tapak-tapak menjadi kabur
dan mimpi terbang pada angkasa hilang
di mana alamat tempat bertanya
kemarau yang belum pernah usai
menggunduli bukit dan hutan-hutan
sambil mengejek-ejek derita usang
dengan air mata belum kering
tak tahu siapa lagi bakal datang
membawa luka-lukanya pada bulan
sedang bawakaraeng memendam dendam
dan sungai jeneberang menahan tangisnya
batas tangan harus kerja belum jelas
dan irama kehidupan selalu pamit untuk berlalu
sebelum ajal memperdaya di tahap berikut
kita pun belum melakukan apa-apa.
DIBENAMKAN MATAHARI
dibenamkan matahari dalam matanya
dibawanya tidur dan bermimpi
belati jadi punya arti
siapa yang berlari akan tersandung pada mega
diam kini tak punya arti
sepi kini juga undangan
karena matahari tersayat di punggung
tak bisa lepas dari perangkap dan siasat
yang tersebar di lorong-lorong nadi.
AIR MATA IBU PERTIWI
mendung itu masih juga bertengger
menutupi negeriku sedih penuh duka
air mata ibu pertiwi
menetes sertai segala
kehilangan demi kehilangan
atas cinta yang dulu beku
mengapa mendung belum juga berlalu
sementara air mata belum juga kering
mengapa kita mesti kehilangan
dan cinta selalu ternodai.
MENCARI
selalu ada yang luput dari genggaman
menghilang meninggalkan kecewa
cinta merindu sepanjang hari
lalu kita mencari-cari
setiap lorong-lorong
jalan dan gunung kutelusuri
mencari sepotong cinta yang hilang
di mana kau di mana
duhai kekasih
di mana kau di mana
duhai kekasih
ada ombak dan karang kutanya-tanya
menyelami sepotong cinta yang hilang
di mana kau di mana
duhai kekasih
di mana kau di mana
duhai kekasih
ke awang-awang kutanyakan
sambil menggapai-gapai
sepotong cinya yang hilang
di mana kau di mana
duhai kekasih
di mana kau di mana
duhai kekasih.
DI BUKIT SEPI
di bukit sepi dan gersang
sebuah gubuk dengan tunggu bara
membakar jiwa-jiwa jadi kerja
menjadi cinta dan air mata
besi dan baja ditempa dilumatkan
dalam semangat hidup yang kobar
habis siang, habis malam
sang waktu tumpah dalam cakrawala
lelaki, istri, dan anaknya
berpeluk dalam lingkar kehidupan
yang tak pasti ujung dan akhirnya
mereka hanya tahu hari bakal senja.
NYANYIAN ORANG HILANG
di manakah rimbamu kini
yang menyesatkan dirimu
hingga kau hilang bersama bayangan
hingga kau hilang bersama bayangan
semua lorong kutelusuri
dan kukitari bersama rinduku
di manakah kau di mana
di manakah kau di mana.
AMARAH
ada api yang membakar-bakar
itu bukan lagi soal
karena dada dan otakku sudah lama hangus
oleh panasnya derita dan khianat
di mana-mana orang merusak toko dan bangunan
itu bukan lagi soal
hidupku sudah lama morat-marit oleh pembangunan
yang tak terencana
dan sekarang aku tidur di jalan yang panjang
siapa yang peduli pada amarahku, siapa
yang dulu kobar-kobarkan untuk sebuah mimpi
lalu aku padamkan sendiri dengan kecewa
dan kalian membuangnya pada tong-tong sampah
di depan rumahku
siapa yang peduli pada nasibku, siapa
yang berjuang habis-habisan untuk kehidupan
agar bisa berbagi cinta dan kasih sayang
tapi kalian meludahinya seperti bangkai.
ADA BINTANG
ada bintang di langit
jadi mimpi kala tidur
ada bintang di bumi
jadi mainan kanak-kanak
dikejar dia lari lalu jatuh
di pangkuan bunda
bermimpi menjadi bintang di langit
susah hati kala bangun
menjadi bintang di bumi
bunda luluhkan air mata