Senin, 24 November 2008

PUISI-PUISIKU


PUISI-PUISI Amarah:

AMARAH

Matahariku retak
Ketika langit kembali pecah tujuh
Tapi air mata tak ada menetes
Karena tangis terlanjur jadi beku
Menjelma amarah menulis selogan
Pada kain-kain lusuh di lipatan almari
Dikibarkan dalam bayang tegak lurus
Di atas jalan penuh luka bernana
Menorehkan barisan panjang derita
Mencatat kesedihan yang dulu tersimpan 
Tak ada lagi rasa sakit
Yang tersisa hanya harapan
Tergantung lunglai di puncak gala zaman
Terbakar senja yang tiba terlambat 
tanpa suara dalam sepi yang dalam


USAI
Dulu pernah kusembunyikan
Kisah duka di balik kutangmu
Sambil kusaksikan keningmu yang rata
Sembunyikan sajak-sajak dusta
Penuh khianat dan cinta palsu

Aku ingin kembali mencari gairaku
Yang dulu kucecerkan di perutmu
Sambil menagih setumpuk derita
Dan kucincang mimpi-mimpi
Yang mulai subur di pinggulmu

Sekarang izinkan aku pada waktu
Menuai buah dihalaman percintaan kita
Sambil keteguk air mataku sendiri
Dan mencicipi darah yang meneteskan luka
Biar semua kisah kasihku jadi tuntas






BERITA BUAT KEKASIK

Saat rembulan memotong malam
Kekasihku menahan air mata
Ada lara yang harus ku tulis
Jadi bait-bait sajak yang kukenang
Biar dibaca para mahasiswa
Yang berlari keluar kampus
Membawa spanduk dengan slogan
Biar kukabarkan pada mereka
Bahwa hari ini kita berkabung
Ketika cinta berbuah air mata
Dan kasih sayang dicumbui derita
Kabarkan, kabarkan pada pilar-pilar almamater
Bahwa di kakimu rembulan terluka
Tertusuk belati yang kau titipkan
Ketika cinta mulai bersemi 



ALAMAT DI KARTU NAMA
Ada waktu habis terkikis
Oleh bujuk rayu tanpa ujung
Hanya menunda sebelum saatnya tiba
Kita terkubur oleh mimpi-mimpi sendiri
Siapa yang berlari….
Matahari akan menikam punggungnya
Hingga terbakar sisakan sepenggal cerita
Bahwa di negeri ini ada yang mati kelaparan
Lalu mencoreng moreng wajah-wajah pualam
Tapi apa peduli kita… 
Syair belum juga usai ditulis
Sementara akasara telah habis
Tumpah di jalan-jalan
Terbakar dalam angan-angan
Kasih, biarkan aku untuk terakhir kali
Kukenang segala bau rambut dan darahmu
Biar perut ini lapar asal kutahu
Alamat liang lahat yang dulu kau tulis
Di balik kartu namamu. 


WARISAN
Ada yang mati tertikam
Dalam antrian minyak tanah di depot
Kata ibu lusuh yang menyaksikannya
Perkaranya sejak kemarin
Saat berebut mengambil jatah raskin*
Di kantor pak lurah yang heran
Istrinya yang hamil tua menunggu biaya
Yang tiba adalah jasad kaku ditemani duka
Tak ada minyak tanah, raskinpun tak dapat
Darah meleleh di tanah
Melukis derita yang diwariskan 
Entah pada siapa.

*raskin = beras miskin



Catatan langit
Aku belum juga usai 
Saat langit menuliskan sejarah moyangku
Dan membuat catatan warna lahatku
Sedang semua nyanyian belum sempat ku senandungkan
Anak-anak menangis kerena perutnya tergigit cacing
Dan ibu yang memeras susunya yang kian gersang
Tanpa kau dengar bisik keluhnya
Yang merayap diantara anyaman tikar di balai-balai
Dan duka yang diseret pada ruang-ruang hampa
Mencecerkan air mata yang mengalir ke tong sampah
Sore ini hujan turun 
Menghapus semua cacatan langit yang kian purba 

Juli 2008
 

Tidak ada komentar: