Selasa, 02 November 2010

Demo, Demo, dan Demo lagi….

Oleh: Shaifuddin Bahrum


Seorang ibu yang sedang hamil tua menjerit-jerit kesakitan di jok bagian tengah ditemani seorang ibu tua. Sementara sang suami sedang keringatan di balik setir mobilnya, meskipun AC mobil itu sudah menunjukkan di angka tiga. Di luar sana mobil-mobil sedang antre panjang dalam kemacetan karena dua ratus meter di depan mahasiswa sedang melakukan orasi dalam demo yang menutup hampir semua badan jalan.

Pada saat berikutnya sang ibu tua di bangku tengah sedikit berteriak, “Haaaaaa… basah…, ketubannya pecah….”

Sang ibu hamil menggigit bibirnya menahan kesakitan sementara di dahinya keringat keluar berbutir-butir laiknya lalu membasahi sebuah kain sarung yang sudah disiapkan. Sang suami masih dengan penuh gelisah menekan klakson keras-keras sambil menahan rasa gugup dan stres yang dialaminya. Ia tidak tahu harus berbuat apa untuk bisa sampai dengan segera di rumah sakit bersalin terdekat.

Di atas sebuah truk hasil sanderaan yang dijadikan mimbar, seorang mahasiswa dengan penuh semangat berteriak-teriak menyampaikan orasinya melalui sebuah megaphone. Berkali-kali ia menyebut kata rakyat dalam kalimat-kalimat yang bergelora.

“Kita berjuang untuk rakyat... kita bebaskan rakyat dari kesewenang-wenangan pemerintah... rakyat harus menikmati arti kemerdekaan... kita antar rakyat ke gerbang kesejahteraan…. kita adalah rakyat yang harus mendapat perlindungan negara…. Hidup rakyat…. Hidup rakyat…. Hidup rakyat.…” Dan entah berapa kali lagi kata rakyat diulang-ulang oleh para pendemo itu. Sementara matahari kian menusuk ubun-ubun para pengendara motor yang juga terhalang kemacetan. Setiap kendaraan harus menunggu berjam-jam agar bisa terbebas dari sana, tetapi orasi mahasiswa terus mengalir bagai tak ada habis-habisnya. Sementara pendemo yang tak diberi kesempatan berdemo terus saja menjaga ruang yang sudah dikaplingnya di atas jalanan sambil membakar ban bekas. Bahkan beberapa orang berjaga-jaga dan berusaha memacetkan jalan. Para pendemo itu terlihat bangga karena sudah membuat kemacetan di jalan.

Hampir di setiap negara yang menghargai dan menjunjung tinggi demokrasi selalu akan diwarnai dengan aksi demonstrasi. Aksi jalanan ini merupakan salah satu bentuk atau sarana untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Dalam demontrasi kepentingan rakyat selalu dikedepankan, yang kadang harus berhadap-hadapan dengan kebijakan pemerintah.

Mahasiswa, ilmuwan, akademisi, karyawan menengah, pengusaha kelas bawah, kalangan profesional, wartawan, dan cendikiawan, adalah kelompok menengah yang sering memelopori dilakukannya demonstrasi. Setiap isu yang diangkat selalu berdasarkan kajian yang telah melalui diskusi panjang.

Tetapi apa jadinya jika demo-demo yang mengatasnamakan “rakyat” membuat masayarakat menjadi menderita karena terhalang melakukan aktivitas penting mereka, terlambat bekerja, tidak bisa berdagang dengan baik, lagi pula harus kepanasan di jalan yang macet, menghabiskan BBM kendaraan yang cukup banyak. Dan membuat seorang ibu hamil menderita di dalam sebuah mobil….

Setelah lebih dua jam antre di jalan macet itu, mobil yang ditumpangi sang ibu hamil baru bisa terbebas. Sang suami dengan tergesa-gesa menginjak pedal gas mobilnya kuat-kuat, sehingga mobil tersebut melaju menuju rumah sakit bersalin terdekat.

Setibanya di sana, sang ibu buru-buru dimasukkan ke dalam ruang bersalin dibantu oleh beberapa orang perawat dan bidan. Beberapa saat kemudian seorang dokter keluar dari ruang bersalin dan mencari suami sang ibu hamil. Ia mengabarkan bahwa anak dalam kandungan istrinya sudah meninggal akibat kekeringan lantaran telat dikeluarkan….

Sekujur tubuh sang suami terasa lemas, rasanya ia ingin tumbang… tetapi ia segera sadar dan mengingat istrinya…..

“Ibunya bagaimana, Dokter?” tanyanya dengan penuh harap.

“Ibunya masih kritis kami harus melakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya. Mohon anda menandatangani administrasinya,” jawab sang dokter.

Sang suami pun melakukan semua petunjuk dokter, dengan dada bergemuruh riuh: “Ini semua gara-gara demo!”

Lalu demo untuk siapa, kalau begini kejadiannya?

2 komentar:

Unknown mengatakan...

demo tuh untuk yang tidak menyukai atas keputusan kebijakan. memank semua konflik ada pro dan kontra. jika ada permasalahan tersebut pengendara bisa kan turun dan bicara baik" dengan para demonstrasi yang sedang orasi pasti demi rakyat dan atas nama kesejateraan rakyat. para demonstran akan memberikan jalan.... tidak sekejam apa yang dipikirkan oleh para demonstran. demostran tdk akan anarkis jika tdk di profokatori oleh oknum" yang tidak menyetujui atas keputusan kebijakan dari pemerintah. demo,,,,boleh..tapi liat situasi dan kondisi..demo juga harus berfikir realitis agar bagaimana kebijakan itu bisa dihentikan, atau kebijakan pembatalan, kebijakan alternatif.

Esa Annisa mengatakan...

Nama : Esa Annisa

Kelas : VI C

NIM : 10533 5622 09

Menurut Saya Pola demontrasi harus diubah supaya tidak mengganggu aktivitas rakyat apalagi merugikan rakyat . Keluarkanlah aspirasi kalian dengan sewajarnya