Sabtu, 23 Juni 2018

TAIWAN YANG SAYA KUNJUNGI 2018 (03)

(Traveling 13-20 Juni 2018)

NEGARA KAYA TAPI GELANDANGAN 

MASIH BERKELIARAN


Foto Shaifuddin Bahrum.
Penulis dan Istri di Liuho Night Market - Kauhsiung

Berwisata di Taiwan dengan durasi 6-8 hari kita bisa mengelilingi pulau/ negara ini dengan menyinggahi beberapa kota-kota pentingnya dengan berkendara bus wisata. Luasnya yang hanya 36.193 Km2 ini adalan 1/13 dari luas pulau Sumatera atau 1/3,5 dari luas pulau Jawa.
Penduduknya pun tidak banyak hanya 23,57 juta jiwa, 1/6,2 dari jumlah penduduk Pulau Jawa. Dengan jumlah penduduk yang demikian maka kala kita berwisata ke beberapa kota maka kita hanya melihat kota-kota yang sepi, seperti di Kota Hualin dan Taitung.
Rata-rata penduduk Taiwan menganut agama Konfusiusme, Taoisme, dan Buddhisme. Sisanya adalah penganut agama Kristen dan Katolik. Sebagian pendatang mereka beragama Islam (terutama dari Indonesia). Mesjid hanya bisa ditemukan di Kaohsiung, Taichung, dan Taipe. Di Taipe saya sempat bertemu dengan pedagang Pakistan yang Muslim dan dia memberi tempat di warung kebabnya yang sempit untuk shalat. Dia sendiri yang membentangkan sajadahnya di lantai warungnya.
Di Taiwan kita dapat menyaksikan Pagoda/ kelenteng yang megah dan kuil-kuil Buddha yang mewah dan indah. Bangunan-bangunan ini juga menjadi objek wisata yang menarik.

Foto Shaifuddin Bahrum.
Di Fo Guang Shan Buddha Memorial Hall-Kaohsiung

Penduduk Taiwan banyak berkumpul di Kota Industri seperti Kauhsiung, Taichung, dan Taipe. Ketiga kota ini selain dihuni oleh orang Taiwan sendiri juga dipadati oleh kaum imigran dan Tenaga Kerja Asing (TKA), termasuk pendatang dari Indonesia.
Daerah pedalaman di huni oleh belasan (12-16) suku asli aborigin yang sudah ada 8.000 tahun yang lalu, sebelum datangnya imigrasi Dinasti Han pada abad ke 17. Suku-suku ini bermukim di daerah pegunungan Chung-yang Shan-mo yang membentang di tengah daratan Taiwan dari Utara ke Selatan dengan merapat ke tepi pantai barat. Sehingga jika kita menelusuri pantai barat maka kendaraan kita ( bus atau kereta api) akan berada di atas ketinggian tebing menembus terowongan panjang yang melubangi gunung-gunung batu dengan jurang terjal menganga yang bawahnya adalah deburan ombak lautan Pasifik.
Pemerintah Taiwan membangun jalan tidak patuh pada lekukan punggung gunung tetapi membuat terowongan yang panjang menembus perut-perut gunung, sehingga jalan bisa menjadi lurus dengan hanya sedikit kelokan.
Di kota-kota sebelah barat penduduknya banyak yang berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan. Mereka dibantu oleh banyak tenaga kerja asing termasuk TKI.
Sementara kota-kota di bagian timur adalah daerah-pertanian dan hutan yang subur. Selain mereka memelihara tanaman hutan mereka juga memilih untuk memelihara tanaman-tanaman bongsai yang indah. Selain bongsai membutuhkan lahan tidak luas juga harga jualnya bisa lebih mahal.
Warganya juga membuka lahan persawahan, tanaman sayur dan buah dengan teknologi modern. Hal ini mengingat jumlah tenaga kerja mereka yang terbatas. Namun demikian mereka bisa memproduksi hasil panen yang cukup banyak dan berkualitas.
Bentuk alamnya yang demikian menjadi pemandangan wisata yang indah sepanjang perjalanan di Taiwan. Sehingga wisatawan tidak merasa bosan.
Tingkat kesejahteraan petani mereka cukup tinggi karena hasil panen mereka di atur oleh pemerintah dan dikelola oleh Asosiasi Petani sendiri tanpa memberi peluang kepada tengkulak dan calo-calo. Berbeda di negara kita pemerintah tdk melindungi petani dari cengkeraman para tengkulak dan calo. Sehingga petani kita tidak bisa sejahtera.

Foto Shaifuddin Bahrum.
Di We Wu Temple, Taichung

Di Kota-kota Industri tumbuh dan berkembang industri elektronik dan komunikasi. Merek-merek terkenal seperti pabrik komputer Acer, Asus, Avantech, dan handphone HTC, software Trans Micro, dan juga sejumlah produk makanan dan minuman tumbuh dan berkembang di Taiwan. Industri ini pun menyerap cukup banyak tenaga kerja asing.
Di Kota Taipe yang merupakan ibu kota Taiwan berdiri bangunan-bangunan tinggi dan megah teŕdapat mall-mall yang menawarkan barang-barang mewah. Gedung pencakar langit One-O-one (101) adalah gedung tertinggi di Taiwan dengan 101 lantai dengan ketinggian hampir 400 meter. Di lantai bawah terdapat mall yang sangat mewah.

Foto Shaifuddin Bahrum.
Di Qingjing Green Farm - Taichung

Sebagai pelancong di Taiwan guide tour mengantar kami untuk menikmati Night Market yang banyak di buka di Taiwan. Hampir 20 buah mawar malam yang dibuka di kota-kota besar Taiwan seperti di Kaohsiung, Taichung, dan Taipe yang menjual aneka makanan-minuman dan barang kebutuhan. Orang Taiwan memilih untuk makan di Pasar Malam ini dari pada harus repot masak di rumah dengan biaya cukup tinggi. Sehingga di Pasar ini banyak dijajakan aneka macam makanan yang harganya cukup terjangkau kalangan menengah ke bawah.
Foto Shaifuddin Bahrum.
Di Yehliu Geopark - Taipe
Tampaknya Taiwan adalah negara yang cukup kaya akan tetapi jika malam menjelang, kita akan menyaksikan sejumlah warga tuna wisma (gelandangan) di pinggir-pinggir jalan, di emperan toko dan juga di stasiun kereta api. Mereka meminta-minta dan berharap belas kasihan orang yang lalu lalang. Sementara pada siang hari mereka bertebaran di taman-taman kota atau ditempat teduh lainnya.
Pemerintah Taiwan menyantuni setiap bulan para gelandangan ini dengan NT$6.000, tetapi tetap mereka tak bisa memiliki atau menyewa rumah yang harganya minimal NT$ 12.000 perbulan. Belum lagi membayar rekening listrik, air bersih, dan lain-lain. Sehingga mau tidak mau mereka harus memilih tidur di emperan dan mendorong kereta barang mereka kesana kemari. Padahal Taiwan adalah termasuk negara yang tingkat kemiskinannya sangat rendah.@
Ciledug, 23062018

1 komentar:

michelle mengatakan...

bingung pulang kerja tidak tahu mau mengerjakan apa
ayo di tunggu apa lagi segera bergabung dengan kami
di i/o/n/n/q/q kami tunggu lo ^^