Kamis, 17 September 2009

Sukuisme VS Pluralisme

Dewasa ini kita masih sering mendengarkan masyarakat berdebat soal keunggulan suku bangsa tertentu, lalu menganggap diri paling unggul. Perdebatan seperti itu tentu saja terasa gamang dalam era dewasa ini, karena untuk membangun Indonesia yang lebih kuat dibutuhkan kebersamaan semua elemen bangsa untuk bekerja sama.

Masalah sukuisme di negeri kita ini sudah semestinya berakhir sejak tahun 1928, ketika pemuda-pemuda Indonesia bersepakat untuk menyatukan diri membela memperjuangkan kemerdekaan bangsa yang mereka cintai ini. Mereka telah menyatu dalam sumpah satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa yakni Indonesia.
Namun kenyataannya masalah kesukubangsaan masih terus menjadi permasalahan hingga 80 tahun kemudian. Sebagian masyarakat Indonesia masih terlalu bangga membicarakan dan menonjolkan suku bangsanya masing-masing. Masalahnya karena Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa.
Memang sulit untuk dipungkiri bahwa untuk membangun sebuah bangsa yang multi etnik seperti Indonesia tidak bisa terlepas dengan kuatnya masing-masing etnik pendukungnya. Di dalam etnik terdapat kekenyalan sosial dan budaya yang dapat memelihara berbagai potensial di dalamnya. Termasuk kekuatan potensi spiritual dan intelektual manusianya.
Namun kekuatan yang bersifat internal itu tidak dapat terukur jika tidak dibandingkan dengan kekuatan suku/etnik lain yang juga memiliki potensi yang besar pula sehingga perlu dilakukan kompetisi untuk mengetahui kekuatan masing-masing. Maka dengan demikian akan terlihat tingkatan-tingkatan kekuatan masing-masing etnik.
Keunggulan masing-masing etnik itu tentu akan sangat bervariasi pada masing-masing bidang/ potensinya. Setiap etnik memiliki keunggulannya pada bidang-bidang tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh suku/etnik yang lain. Demikian halnya dengan kekurangan atau kelemahan masing-masing etnik tentu saja ada pada masing-masing bidang.
Mencermati komposisi seperti itu maka terlihat adanya variasi yang bisa saling mengisi antara satu etnik/ suku dengan etnik lainnya jika dibangun sebuah masyarakat plural. Masyarakat yang majemuk akan menghilangkan keangkuhan kesukuan dan membangun kebersamaan saling membutuhkan (simbiosis mutualisme).
Masyarakat plural akan selalu menciptakan suasana saling menghargai kelebihan masing-masing dan menjalin hubungan jaringan kerja antara satu dengan lainnya. Jika menyadari bahwa dalam diri terdapat kekurangan maka untuk mengisinya kita membutuhkan orang lain.
Masalah kekinian Indonesia sudah bukan saatnya menonjol-nonjolkan masalah kesukuan atau etnik sendiri. Bukannya tidak penting akan tetapi masalah kesukuan adalah masalah internal masing-masing suku bangsa atau personal pendukungnya. Setiap orang harus memiliki rasa bangga terhadap suku yang menyadari kelebihan dan kekurangannya. Akan tetapi lebih penting lagi menyadari kelebihan orang lain dan memberinya penghargaan dan penghormatan yang semestinya. Sehingga dengan demikian dapat diciptakan satu jaringan kerja untuk bersama-sama membangun bangsa ini ke masa depan.
Adalah lebih bijak jika seseorang atau suatu kelompok masyarakat yang mengetahui kekurangan orang lain atau kelompok lain lalu menutupinya dengan sesuatu yang menjadi kelebihannya. Hubungan sosial seperti ini kemudian akan saling menguatkan antara satu dengan lainnya yang pada akhirnya melahirkan masyarakat Indonesia yang kuat, tangguh, dan unggul.

Tidak ada komentar: